Sejarah Kesatuan Mahasiswa
Hindu Dharma Indonesia
Disusun Oleh : Pengurus
Cabang Malang 1997-2000
Pengurus Daerah Jawa Timur 1997-2000
Kenapa Sejarah Itu Penting ? (sebuah peringatan)
(Oleh : Made Surya Putra, Ketua Dept. Litbang PP.
KMHDI 1999-2002)
Para pemegang kekuasaan yang ingin
melakukan pertanggungjawaban dan legitimasi atas kekuasaannya, pertama-tama
akan melakukan penguasaan atas ingatan kolektif, sehingga tidak aneh apabila
dimanapun di dunia ini penguasaan terhadap gambaran masa lalu dijadikan sebagai
pembenaran atas sistem yang berjalan pada masa sekarang. Karena itu,
orang-orang yang menguasai sejarah adalah orang-orang yang mampu mempertanyakan legitimasi
penguasa, ini karena masa lampau dikuasai bukan semata-mata untuk masa lampau
itu sendiri tetapi demi penguasaan masa depan.
Untuk dapat melakukan pengendalian
sejarah, sedikitnya ada dua cara yang digunakan. Pertama, pemalsuan
sejarah yaitu dengan melakukan penambahan atau pengurangan dalam fakta-fakta
sejarah yang diketahui oleh umum. Kedua, kebisuan sejarah, kebisuan
sejarah umumnya dilakukan atas tiga prinsip utama.
1.
Prinsip
Legitimasi, , Kasus “Kudeta Kecil Lenin”, Kasus Ken Arok dll
2.
Prinsip
Kondisi Masyarakat, Kasus buku sejarah Jerman pasca 1945 (pembantaian Yahudi),
kasus buku sejarah resmi Pemerintah Jepang, kasus PSPB di Indonesia dll
3.
Prinsip
Sejarah Memalukan
Apakah hanya pemerintah (birokrasi dan
militer) yang menyukai langkah manipulasi sejarah ?, ternyata tidak, masyarakat
secara umum (bahkan keluarga inti sekalipun !!!) juga dapat melakukan langkah
yang sama dalam skala yang lebih kecil.
Dalam bukunya “What is History”,
E.H. Carr mengatakan bahwa sejarah adalah proses berkesinambungan dari
interaksi antara sejarawan dan fakta-fakta yang dimilikinya, suatu dialog yang
tidak berkesudahan antara masa sekarang dengan masa lampau. Ini berarti tidak
ada penulisan ataupun buku sejarah yang bersifat final atau selalu dimungkinkan
untuk melakukan interpretasi ulang atas sejarah.
Adalah sangat penting bagi setiap orang untuk
menguasai sejarah, terutama bagi kader-kader KMHDI yang diprogramkan agar di
masa depan menjadi pemimpin-pemimpin Hindu. Penguasaan atas fakta-fakta sejarah
akan sangat membantu proses kepemimpinan. Sebagai penutup, berikut ini adalah
kutipan dari (rencana) pidato kenegaraan
Bung Karno pada 17 Agustus 1966 (pidato ini akhirnya tidak dapat
dibacakan oleh Bung Karno, namun tersimpan dalam Arsip Negara)
“Pelajarilah sejarah perjuanganmu
sendiri yang sudah lampau. Agar supaya tidak tergelincir dalam perjuangan yang
akan datang. Pegang teguh kepada sejarahmu itu. Never leave your own history.
Peganglah apa yang kita miliki sekarang, yang adalah akumulasi dari hasil semua
perjuangan kita di masa lampau. Jikalau engkau meninggalkan sejarah, engkau
akan berdiri diatas, vacuum, diatas kekosongan. Dan perjuanganmu akan
nanti paling-paling bersifat amuk saja, seperti kera di gelap gulita.”
Jasmerah, Ir. Soekarno
A. Tahap Pemunculan Ide
Keinginan mahasiswa Hindu Indonesia untuk memiliki
wadah bersama, muncul pada saat diadakannya panel Forum dan Dialog Mahasiswa
Hindu oleh KMHD UGM pada tahun 1991. Pada kesempatan itu diusulkan untuk
membentuk Forum Komunikasi Mahasiswa Hindu Indonesia dan disepakati KMHD UGM sebagai fasilitator. Tugas dari
forum komunikasi tersebut adalah untuk membangun jaringan komunikasi mahasiswa di berbagai perguruan tinggi di
Indonesia. Bagi perguruan tinggi yang belum memiliki KMHD di perguruan tingginya,
diserukan agar segera membentuk KMHD yamg bisa mengakomodasikan seluruh potensi
dan aspirasi Mahasiswa Hindu di masing-masing perguruan tinggi tersebut. Dalam
perjalanannya Forum Komunikasi banyak menemui kendala sehingga komunikasi
mahasiswa Hindu Indonesia belum berjalan seperti yang diharapkan
B. Tahap Pemantapan Ide
Menyadari kendala yang dihadapi oleh forum
komunikasi tersebut, dilakukan pembicaraan lebih lanjut dalam Dialog Mahasiswa
Hindu yang diselenggarakan pada saat TPKH ITS menyelenggarakan Seminar Nasional
mahasiswa Hindu pada tahun 1992. Adapun hasil yang dicapai pada saat itu adalah
dibentuknya Korwil (Koordinator Wilayah) di masing-masing kota yang ada
perguruan tingginya. Selain itu, untuk membicarakan mekanisme kerja Forum
Komunikasi Mahasiswa Hindu, maka akan diadakan Dialog di Bali dengan tetap
menunjuk KMHD UGM sebagai penyelenggara. Untuk menindaklanjuti hasil-hasil
keputusan di ITS tersebut, pada bulan Agustus 1992 KMHD UGM bekerja sama dengan
Senat Mahasiswa Universitas Warmadewa menyelenggarakan Forum dan Dialog Mahasiswa
Hindu Indonesia. Tujuan utamanya adalah untuk membahas mekanisme kerja dan
biaya operasional dari Forum Komunikasi Mahasiswa Hindu Indonesia. Pada saat
inilah muncul usulan untuk membentuk wadah yang bersifat formal dan nasional.
Usulan tersebut dilontarkan pertama kali oleh KPMHD malang selaku Korwil
Malang.
Pro dan Kontra sempat mewarnai dalog tersebut.
Sebagian peserta dialog mendukung dengan alasan sudah waktunya Mahasiswa Hindu
tampil dalam Forum Nasional untuk bersama-sama dengan rekan-rekan mahasiswa
yang lain berpartisipasi dalam pembangunan bangsa dan negara Indonesia. Adapula
peserta dialog yang tidak mendukung usulan tersebut karena memandang Mahasiswa
hindu belum siap tampil di Forum-Forum nasional. Perbedaan pandangan ini
berlangsung lama dan alot, sehingga dialog harus dibreak untuk diadakan
lobi-lobi masing-masing pihak.
Pendekatan secara personal pada saat lobi ternyata
berhasil memuaskan semua pihak. Tiga keputusan penting yang dihasilkan yaitu :
1.
Dalam
waktu enam bulan Mahasiswa Hindu Indonesia harus menyelenggaraka kongres.
2.
Biaya
kongres ditanggung bersama –sama oleh masing-masing korwil
3.
Dibentuk
panitia kecil mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan
kongres.
Pada kesempatan itu juga disepekati bahwa kongres
dilaksanakan di Bali dengan Korwil Bali (dalam hal ini FPMHD UNUD) sebagai
penyelenggara dan Korwil Malang sebagai panitia kecil (dalam kongres panitia
kecil sebagai Steering Comitte).
C. Tahap Penyamaan Visi
Untuk menindaklanjuti hasil dialog di Universitas
warmadewa, pada tanggal 9 – 11 Oktober 1992 diadakan Malang Informal Meeting
(MIM) yang bersamaan dengan kegiatan Dharma Bhakti VIII KPMHD Malang. Tujuan
utama dari MIM adalah untuk menyamakan visi dan persepsi tentang wadah yang
akan dibentuk serta membuat rancangan materi untuk keperluan kongres. Keputusan
penting yang dihasilkan pada saat MIM adalah
sebelum kongres perlu diadakan prakongres, yang bertujuan untuk
mengevaluasi kesiapan Mahasiswa Hindu dalam menyelenggarakan kongres.
Pada tanggal 25 – 28
Desember 1992 diadakan Urun Rembug Nasional di kampus IHD Bali (UNHI)
yang merupakan istilah lain dari prakongres seperti yang dimaksud dalam MIM.
Urun Rembug ini lebih bersifat
kekeluargaan untuk lebih mematangkan pelaksanaan kongres. Namun pada urun
rembug ini kembali timbul perbedaan visi dan persepsi tentang wadah yang akan
dibentuk. KMHD UGM tetap menghendaki wadah yang bersifat informal sedang
seluruh delegasi lainnya menghendaki wadah yang bersifat formal. Setelah
melalui perdebatan yang panjang maka KMHD UGM mengambil sikap walkout. Untuk mewujudkan wadah formal
maka dibentuk tim investigasi yang bertugas mendapatkan informasi .
1.
Pelaksanaan
kongres diundur sampai bulan September 1993.
2.
Tempat
kongres tetap di Bali.
3.
Untuk
membahas rancangan AD/ART, GBHO dan Program Kerja maka diadakan pertemuan
lanjutan bertempat di Bali.
Kemudian pada tanggal 8 – 10 dan 14 – 15 Februari
1993 diadakan Bali Informal Meeting (BIM)
yang membahas rancangan AD/ART, GBHO dan Program Kerja Organisasi. Hasil
penting BIM adalah :
1.
Nama
organisasi adalah Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia yang disingkat
KMHDI.
2.
Akan
diadakan pertemuan lanjutan di Bandung.
3.
Penegasan
bahwa biaya kongres ditanggung bersama.
4.
Menugaskan
untuk Korwil Bali dan NTB untuk membuat rancangan program kerja. Korwil Malang
untuk membuat rancangan GBHO.
5.
Hal-hal
lain yang belum dibahas dalam BIM akan dibahas dalam pertemuan di Bandung.
6.
Masing-Masing
Perguruan Tinggi untuk mengirimkan kalender akademik, untuk mencari waktu yang
tepat tentang pelaksanaan kongres.
Untuk menindaklanjuti hasil-hasil BIM maka pada
tanggal 18 – 20 April 1993 diadakan Pertemuan Informal Bandung (PIB) di Asrama
Mahasiswa Viyata Tirta Gangga dan Ciung Wanara. Hasil-hasilnya sebagai berikut
:
1.
Kongres
tetap diadakan di Bali pada tanggal 1 – 4 September 1993.
2.
Menugaskan
pada seluruh Korwil untuk memberikan masukan tentang rancangan GBHO KMHDI.
3.
Menugaskan
Korwil Jakarta untuk membuat Mars KMHDI.
D.
Pelaksanaan Kongres Nasional Mahasiswa Hindu Indonesia
Setelah melalui pertemuan-pertemuan yang maraton
tersebut maka Mahasiswa Hindu Indonesia berhasil melaksanakan kongres yang
menyatakan berdirinya Ormas Mahasiswa Hindu Indonesia dengan nama KMHDI. Pada
saat Kongres tersebut dipilih tiga pengurus inti dan KMHDI telah memliki
AD/ART, GBHO, serta pada kongres tersebut Mahasiswa Hindu yang tergabung dalam
KMHDI juga menyepakati beberapa pokok-pokok pikiran yang direkomendasikan pada
beberapa instansi.
E. Perjalanan KMHDI
Secara defacto KMHDI lahir pada tanggal 3 September
1993 (setelah AD/ART) berhasil disusun dan disahkan pada saat kongres. Namun
demikian, organisasi yang baru lahir dan belum berpengalaman, KMHDI belum bisa
eksis di kalangan masyarakat luas, karena beberapa kendala yang dihadapi pada
saat kelahirannya. Kendala utama adalah belum solidnya pengurus Pimpinan Pusat
KMHDI. Hal ini disebabkan karena, secara personal tidak memahami tugas dan
wewenangnya masing-masing. Kondisi ini ditambah lagi dengan putusnya komunikasi
antar pengurus dan Pimpinan Pusat dengan Pimpinan daerah sehingga terkesan
bahwa KMHDI selama ini berjalan sendiri-sendiri, serta minimnya biaya untuk
menjalankan roda organisasi.
Dengan segala kekurangan dan kendala yang dihadapi,
KMHDI sampai saat ini juga telah melaksanakan konsolidasi sehingga beberapa
Pimpinan Daerah dan Pimpinan Cabang telah terbentuk. Beberapa peraturan
organisasi telah berhasil dimiliki walaupun pelaksanaannya belum bisa seperti
yang diharapkan. KMHDI yang telah dirintis melalui perjalanan panjang memakan
waktu, tenaga, pikiran, serta materi yang tidak sedikit, sempat nyaris mandeg
pada kondisi yang tidak menentu. Mencermati KHMDI yang berada pada kondisi
kritis, maka beberapa tokoh pendiri dan penerusnya bertekad untuk menyelamatkan
KMHDI melalui Mahasabha II yang seharusnya diselenggarakan pada bulan September
1996 di Jakarta, tetapi dialihkan ke Malang (yang saat itu secara kader dan
persiapan lebih siap).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar