Ir. R. Yogihardjo
A. PENDAHULUAN.
Kata “Jawa” untuk membatasi lingkup wilayah sesuai dengan ruang &
waktu. Sehingga dalam hal ini tidak menyoroti Hindu Bali, karena yang
diupayakan dengan tulisan ini adalah menyadarkan umat dari agama lain
untuk kembali ke Hindu Jawa. Jadi yang sudah Hindu tidak perlu merasa
terusik oleh gagasan ini, meskipun baik juga menjadi bahan renungan.
Ada pemahaman yang mutlak benar sepanjang masa, ada pemahaman yang
benar hanya untuk ruang & waktu tertentu. Maka dari itu pasti beda
Hindu Jawa dengan Hindu Bali, termasuk dengan yang ada di India. Bahkan
di India sendiri terdapat puluhan Sekte. Guruji S.A. Bhandarkar ketika
ditanya apakah Hindu perlu diseragamkan, dengan tegas menjawab “ Tidak
perlu, anda tidak perlu seperti saya, silahkan tampil seperti apa
adanya”. Justru inilah kelebihan Hindu dibanding dengan agama lain yang
mengetrapkan syariat yang kaku tanpa memperhatikan ruang & waktu,
padahal ruang & waktu (jaman) adalah ciptaan Tuhan yang perlu diikuti (kata Swami Vivekananda).
Jadi tidak perlu menyoroti Hindu yang ada di Bali, karena Bali sudah
mayoritas Hindu apapun bentuknya & dibanding dengan propinsi lain
sudah lebih maju dalam bidang agama, ekonomi, social, budaya &
spiritual, bahkan bisa menjadi contoh sebagai propinsi yang konsisten
menampilkan jatidirinya.
B. KEMBALI MENJADI HINDU.
1. Jatidiri bangsa.
Dr. Filino Harahap, dalam kuliah Studium Generale ITB th 74,
mengungkapkan dokumen diperpustakaan Negara Washington yang disusun
oleh 10 Doktor terkemuka didunia, menyimpulkan bahwa Indonesia akan menjadi Negara adidaya apabila kembali pada jatidirinya. Jatidiri mencakup Kebudayaan, Adat istiadat, Kemandirian, Spiritualisme, dll nilai luhur dalam praktek kehidupan sehari hari.
Kebenaran
pernyataan para ahli tsb terbukti oleh fakta bahwa Negara maju, selalu
tampil dengan jatidirinya. Seperti Cina, Jepang, Thailand, Saudi Arabia
& Inggris. Mereka tetap mempertahankan kebudayaannya, diforum
internasional tetap tampil dengan busana nasionalnya, produk exportnya
dikemas dengan bahasa & huruf nasionalnya, dll kepribadian yang
melekat dalam kehidupan sehari hariannya.
Dalam
pada itu banyak para ahli yang memprediksi kejayaan Indonesia dimasa
mendatang, salah satunya adalah Goldman Sach mengatakan tahun 2050
Indonesia menjadi Negara maju no 7 didunia setelah China, USA, Hindia,
Brasil, Mexico & Rusia. Prediksi ini sepertinya cocok dengan yang
dikatakan (disabdakan) Sang Prabu Jayabaya bahwa di tahun 2000 Saka
(2078 M) Nusantara menjadi Negara Adidaya. Berarti dari tahun 2050 s/d
2078 tahap demi tahap peringkat Indonesia meningkat dari no 7 menjadi
no 1. Namun atas dasar pendapat para ahli tsb diatas, mustahil apabila
mayoritas bangsa ini masih beragama Islam, yang faktanya menggusur
budaya & nilai nilai luhur bangsa, dapat mengantarkan kemajuan
bangsa. Oleh karena itu bangsa ini harus kembali ke Hindu, sebagai satu
satunya agama yang dapat memelihara & mengembangkan budaya bangsa,
untuk menjadi Negara Adidaya.
2. Potret bangsa masa kini.
Rendahnya
martabat bangsa karena telah kehilangan jatidiri. Pandangan hidup
& kehidupan sehari hari telah dipengaruhi asing. Dapat dikiaskan
sebagai Mr Ali Babah. Mr sebagai simbol pengaruh Barat, Ali sebagai tanda budaya Arab & Babah sebagai
bukti kebanjiran produk Cina. Jadi kehidupan sehari hari diwarnai
kebarat baratan, kearab araban & kebabah babahan. Demokrasi
menggusur Gotong royong, syariat Islam menggusur Adat istiadat & import hasil bumi menggusur Lapangan kerja ratusan juta petani.
Jadilah kita bangsa antek Barat, budak Arab & suapan Cina. Namun
tidak disadari oleh para pemimpin bangsa, bahkan menjadi kebanggaan.
Yang dibanggakan kerjasama untuk mengatasi issue internasional dengan Negara Barat, faktanya SDA dikuasai mereka.
Yang dibanggakan TKW sebagai pahlawan devisa bagi Negara, faktanya sebagai budak Arab yang menurut Al Qur’an boleh digauli.
Yang dibanggakan telah mencapai ketahanan pangan, faktanya dibanjiri hasil bumi produk Cina.
Yang menyedihkan sekali, rakyat menerima kebanggaan semu tadi sebagai keberhasilan.
Inilah
serangkaian kebodohan kehidupan berbangsa, yang menurut ajaran Hindu
menduduki tingkat yang paling rendah, oleh karena itu pembodohan
terstruktur tadi harus dicegah.
Jelas
sudah bahwa untuk menjadi bangsa yang besar harus kembali pada jatidiri
bangsa & Hindu adalah satu satunya agama yang dapat mengembalikan
bangsa pada jatidirinya yang sejati.
3. Kejayaan bangsa dijaman Hindu.
Diabad
ke 7, ketika dunia Arab masih mengalami zaman Jahiliyah dimana
perempuan hanya sebagai komoditas sex, di Jawa
sudah berdiri kerajaan besar yang dipimpin seorang perempuan, yang
bernama Kanjeng Ratu Shima (Sahana). Ini sebagai bukti bahwa nilai
peradaban kita sudah jauh lebih tinggi dengan menjunjung seorang
perempuan menjadi raja & panutan.
Diabad
ke 9, ketika dunia barat belum mampu membangun monument raksasa, kita
sudah membuat candi Borobudur sebagai keajaiban dunia & lagi pula
dibangun oleh seorang perempuan bernama ratu Pramodhawardani. Sementara
itu, sang suami yang bernama Prabu Rakai Pikatan membangun candi
Prambanan sebagai candi Hindu terindah didunia.
Diabad
ke 13, ketika Ku Bilai Khan, raja diraja yang menguasai sepertiga
dunia, mengirim utusan ke kerajaan Kediri agar tunduk dibawah Mongol,
Raja Kertanegara justru menantang perang dengan memotong sendiri hidung
& telinga utusan tadi serta disuruhnya pulang. Pasukan Mongol yang
kemudian datang dihancurkan oleh menantu Kertanegara yaitu R. Wijaya.
Diabad
14, Majapahit dimasa raja Hayam Wuruk bersama patih (perdana menteri)
Gajah Mada, berhasil menyatukan wilayah Nusantara bahkan hampir seluruh
Asia Tenggara.
Sejak
dahulu kala disepanjang abad; Mataram, Kahuripan, Sriwijaya, Kediri,
Singosari & Majapahit telah mengexport hasil bumi & tambang
kenegeri negeri Asia.
Itulah kejayaan bangsa dijaman Hindu yang menampilkan jatidiri dengan ciri ciri percaya diri, mandiri, berani, tegas & berpegang teguh pada kebudayaan sendiri.
Dari rangkaian sejarah diatas, dengan menggunakan penalaran/intelektual (sebagaimana Hindu mendorong penggunaan nalar, bukan membatasi/melarang), dapat diambil kesimpulan :
a. Sebagai bangsa yang mayoritas Hindu pernah mengalami kejayaan, yang
berarti mendapat berkah Sang Hyang Widi, sudah selayaknya kembali
kepada Hindu.
b. Sebagai bangsa Hindu selama 15 abad, yang telah berperan besar
dalam membentuk Jatidiri bangsa, mutlak perlu kembali ke Hindu (agar kembali pula Jatidirinya), apabila ingin kembali menjadi Negara Adidaya.
C. ANALISA
. 1. Budaya Jawa Kuno.
Antropologi
menemukan kerangka manusia kuno dilembah Bengawan Solo yang
berusia ratusan ribu th yl & termasuk kerangka tertua didunia,
dinamakan Homosapiens Soloensis, sebagai nenek moyang manusia Jawa.
Nabi Adam, yang oleh kaum agama Semawi dianggap manusia pertama didunia
apabila ditelusuri hingga sekarang menurunkan tiga ratusan
generasi, berarti baru hidup sekitar 12000 th yl.
Teori diatas diperkuat oleh Stephen Oppenheimer, peneliti dari Oxford,
didalam bukunya “Eden in the East” (Okt 2010) yang menyebutkan bahwa
asal mula peradaban berasal dari Indonesia yang dahulu disebut sebagai
Sundaland. Ketika es mencair sepuluh ribuan tahun yl permukaan air laut
naik hingga 150 meteran yang menenggelamkan Sundaland menjadi 70 ribuan
pulau seperti sekarang ini. Penduduk menyebar ke Hindia, Mesopotamia,
kepulauan Pasifik, Cina, Jepang & Amerika.
Johannda Nichols, ahli rekonstruksi linguistic menyebutkan Asia
Tenggara, termasuk Indonesia, sebagai pusat penyebaran bahasa bahasa
dunia, setelah akhir jaman es.
Masih banyak lagi peneliti peneliti dunia yang memperkuat teori teori
diatas, seperti Arysio Nunes Dos Santos, Anthony Reid, Peter Belwood
& Alexander Adelaar.
Kesimpulannya adalah manusia Indonesia & peradabannya sebenarnya
jauh lebih maju dari bangsa bangsa lain didunia.
Peradaban
itu dibangun oleh Kepercayaan yang dianut, termasuk peradaban Jawa,
yang pasti sudah dimulai ribuan tahun sebelum Hindu datang. Ternyata
diluar suku Jawa, banyak sekali kepercayaan yang sudah mengakar menjadi
budaya daerah, seperti yang ada di Jawa Barat, Kalimantan, Sumatra
Utara dan Sulawesi Selatan. Ketika Hindu masuk ke daerah daerah tsb,
terjadilah perkawinan antara kepercayaan lokal dengan agama Hindu, yang
kemudian menjadi Hindu Jawa, Hindu Sunda (Sunda Kawitan), Hindu Bali,
Hindu Kalimantan (Kaharingan), Hindu Batak, Hindu Bugis (Toraja),
dstnya yang pada gilirannya mengakar membentuk Budaya masing masing
Daerah, yang kemudian dideklarasikan oleh Mpu Tantular (th 1365)
sebagai : “Bhinneka Tunggal Ika”.
Jadi ketika Hindu datang ke Jawa, bukan masuk keruang hampa, tetapi
ruang yang sudah sarat dengan nilai nilai berkeTuhanan. Faham
“Manunggaling Kawula Gusti” sebagai contoh filsafat Jawa kuno yang
ternyata memiliki makna yang sama dengan dasar ajaran Hindu.
2. Penggusuran Jatidiri.
Pengaruh
Barat & Arab, yang menjadikan kebarat baratan dan kearab araban,
adalah penyebab utama tergerusnya Jatidiri bangsa. Semua ajaran agama
yang asli seperti yang diwahyukan Tuhan pasti benar, tetapi yang
disebarkan oleh para pengikutnya, telah terkontiminasi oleh
kepentingan politik, ekonomi dan budaya yang dianut oleh ybs.
Al’Quran
dibukukan dan dibakukan pada zaman Khalifah Usman, belasan tahun
setelah nabi wafat. Waktu itu diinstruksikan kepada seluruh komponen
bangsa untuk mengumpulkan ayat ayat agar disusun menjadi kitab.
Tersusunlah 7 versi kitab. Oleh Usman ditetapkanlah salah satu versi
yang disusun oleh pemerintah sebagai Al’Quran yang hingga sekarang tak
berubah. Timbul dugaan :
a. Adanya 7 versi yang disusun setelah nabi wafat, pasti masing masing tidak seluruhnya benar dan tidak lengkap.
b. Al’Quran yang terpilih, pasal demi
pasal tidak tersusun berdasar waktu yang berurutan sehingga bila ada
wahyu & peristiwa yang terlewat, tidak ketahuan.
c. Materi berdasar informasi dari
ratusan pengikut nabi, sehingga bisa terjadi terkontiminasi oleh
kepentingan pribadi dan golongan.
Contoh beberapa ayat yang kontroversial, a.l.:
1).
Al Mu’minuun ayat 5 & 6 : Orang orang yang menjaga kehormatannya,
kecuali terhadap isteri isteri mereka atau budak budaknya, maka
sesungguhnya mereka tiadalah tercela.
An Nisaa ayat 24 : Diharamkan perempuan perempuan yang bersuami, kecuali budak budak yang menjadi milikmu.
Jelas ayat ini tidak sesuai dengan
budaya Jawa dan merendahkan martabat perempuan Jawa. Tidak heran bila
TKW digauli majikan Arab karena sudah dibeli layaknya budak.
2). Al Baqarah ayat 120 : Orang orang Yahudi & Nasrani tidak senang kepadamu sampai engkau mengikuti agama mereka ……
Betulkah Tuhan menyampaikan pengabaran ini? Pernyataan ini terlalu
rendah untuk diwahyukan Tuhan. Ini memberi kesan bahwa Tuhan hanya
berpihak pada umat Islam, sedang kenyataannya umat Nasrani jumlahnya
hampir 2 X umat Islam. Kepribadian bangsa Indonesia, yang terbukti
dalam sejarah, dapat menerima masuknya semua agama & dapat hidup
rukun bersama dengan semua umat beragama, jelas tidak cocok dengan
pernyataan diatas.
Dan seterusnya, masih banyak sekali yang kontroversial dan tak sesuai dengan budaya bangsa Indonesia.
Sering terdengar didalam dakwah dan
terbaca didalam buku buku Islam, pernyataan bahwa “agama yang benar
adalah hanya Islam dan semua nabi sejak Adam beragama Islam. Oleh
karena itu hanya umat Islam yang masuk surga, yang bukan Islam adalah
kafir karena Tuhan mereka bukan Allah dan masuk neraka”.
Bila
pernyataan itu benar betapa salahnya Tuhan menciptakan umat manusia
ini. Penduduk dunia sebanyak 7 M, yang beragama Islam 1,5 M berarti
yang bukan Islam 5,5 M. Jadi Tuhan telah salah menciptakan 5,5 M (80%)
umatNya yang dianggap kafir itu dan calon penghuni neraka?
Sadar tak sadar telah terjadi pembodohan umat melalui dogma yang
dipercayai benar padahal tidak melalui akal sehat. Pembodohan yang
terus menerus semacam ini pada gilirannya betul betul menjadi bangsa
yang bodoh seperti telah terjadi sekarang ini. Sangat ironis banyak
orang Jawa pintar menulis huruf Arab tetapi tidak mengenal huruf Jawa
peninggalan leluhur. Lebih bodoh lagi masyarakat percaya pada
Pemerintah yang menyuarakan bahwa perekonomian maju, export meningkat,
kemiskinan menurun & swasembada beras. Padahal ternyata kondisi
dilapangan sebaliknya.
Lagi
lagi suatu praktek pembodohan untuk menjadi bangsa yang benar benar
bodoh. Jelas bertentangan dengan ajaran Hindu yang mengutamakan dialog
yang cerdas & bermuatan spiritual, seperti didalam Bhagavad Gita
& Sri Yoga Vasishtha (karya Resi Walmiki); tiada lain agar umat
terhindar dari kebodohan. Ajaran Hindu mengatakan bahwa orang orang
bodoh pada akhirnya menjadi penghuni neraka.
Pembodohan
sistemik seperti diuraikan diatas yang meliputi segala bidang (agama,
budaya, ekonomi, politik, social & budaya), menjadikan bangsa ini
sudah betul betul kehilangan Jatidiri. Oleh karena itu Jatidiri harus
segera diketemukan kembali dengan satu satunya jalan kembali kepada
Hindu.
3. Kembali menjadi Hindu Jawa.
Kembali
menjadi Hindu, mengandung maksud mengajak & menyadarkan umat yang
beragama lain untuk kembali beragama Hindu. Jadi tidak ditujukan kepada
yang sudah Hindu yang ada di Bali, Jawa & pulau lain. Tetapi
ditujukan kepada masyarakat yang beragama Islam KTP yang berjumlah
puluhan juta penduduk. Mereka terdiri dari 2 golongan.
Golongan I : Penganut Islam sekedar untuk tidak disebut atheis.
Golongan II : Penganut Aliran Kepercayaan.
Kedua golongan ini pada umumnya memiliki keyakinan bahwa Tuhan ada
didalam lubuk hati nuraninya & bercita cita untuk bertunggal dengan
Tuhan (manunggaling kawula Gusti). Ini adalah prinsip Hindu yang tidak
sama dengan Islam dimana pemahamannya adalah bahwa Tuhan Allah
bersinggasana jauh di atas langit sap 7, tidak didalam hati setiap
umatNya. Apabila meninggal diharapkan berada disisiNya, bukan manunggal
seperti yang dicita citakan kebanyakan orang Jawa.
Untuk ini diperlukan langkah langkah, al :
a. Menyusun buku tuntunan Hindu Jawa.
b. Membuka website pokok pokok ajaran Hindu Jawa.
c. Koordinasi dengan komunitas Jawa yang sudah beragama Hindu.
d. Menyiapkan sarana & prasarana untuk penyebaran ajaran Hindu Jawa.
e. Menggelorakan gerakan kembali
menjadi Hindu Jawa sebagai satu satunya langkah untuk mengantar
Nusantara menjadi Negara Adidaya & pusat kebudayaan dunia.
Tentu saja nilai nilai dasar Hindu tetap menjadi keyakinan didalam ajaran Hindu Jawa, seperti :
· Kepercayaan
kepada Tuhan Yang Maha Tunggal, yang meliputi semesta alam &
seisinya, yang bersinggasana didalam setiap kehidupan & tempat
bertunggalnya kembali setiap jiwa (moksha / manunggaling kawula Gusti).
· Berlakunya
hukum Karma (ngunduh wohing panggawe), sebagai perwujudan dari keadilan
Tuhan Yang Maha Adil. Hukum Karma berlaku terus meskipun seseorang
telah meninggal dunia yang kemudian mengalami reinkarnasi (tumimbal
lahir).
Mengapa perlu label “Jawa” dibelakang kata “Hindu”? Jawabnya terangkum dibawah ini.
Jawa s/d abad 16 mayoritas
beragama Hindu, ketika Islam datang berangsur angsur pindah agama.
Dakwah yang disampaikan untuk menggusur Hindu, yang hingga sekarang
menjadi penilaian umum adalah : Hindu bertuhan banyak & menyembah para dewa (berhala). Salah
satu contoh didalam Ensiklopedi Indonesia ditulis : “Agama Hindu di
Jawa terutama merupakan pemujaan Syiwa (Batara Guru & Surya),
walaupun disampingnya juga terdapat penyembahan Wisynu”.
Satu
penilaian ini saja sudah cukup membuat orang tidak akan kembali ke
Hindu. Maka dari itu harus menyikapi secara bijaksana, sebagai
kenyataan berada ditengah tengah mayoritas Islam, dengan menentukan
pilihan yang disodorkan didalam Bhagavad Gita (7.23) :Orang yang
menyembah para dewa akan menuju planet planet para dewa, tetapi para
penyembahKu akhirnya mencapai tempat tinggalKu yang tertinggi.
Ditegaskan lagi oleh Resi Walmiki (th 150) didalam karyanya Sri Yoga Vasishtha :
Jiwa
jiwa yang memuja hantu & iblis akan mencapai alam mahluk
halus. Jiwa jiwa yang memuja para
dewa akan mencapai alam dewa
loka. Jiwa jiwa yang
memuja Brahm (Sang Hyang Widhi) akan mencapai alam sejati (keba-hagiaan
abadi yang tak tergantung duniawi).
Yang
memuja gambaran (arca, lukisan, figure, dsb) akan menjalani kelahiran
yang berulang ulang. Tuhan tidak boleh dipuja secara pemujaan kepada
arca arca. Tuhan harus dipuja melalui pikiran, amalan & iman yang
teguh.
Seseorang yang bersandar kepada keluarga, teman, harta benda, dewa dewi
& makhluk makhluk suci, tidak akan mencapai Sang Atman (Tuhan yang
hadir didalam setiap jiwa).
Jelas sekali bahwa Hindu Jawa harus memilih langsung menyembah Sang Hyang Widhi, sebagai Tuhan yang tidak berbentuk (konsep Nirguna Brahman). Sekali lagi untuk menghindari provokasi dari agama lain bahwa Hindu menyembah para Dewa.
Dalam hal ini Hindu Jawa sama sekali tidak mempersoalkan Dewa dewa
sebagai personifikasi, penggambaran atau simbolisasi Tuhan, seperti
Dewa Brahma sebagai Tuhan Sang Pencipta, Dewa Wisnu sebagai Tuhan Sang
Pemelihara & Dewa Siwa sebagai Tuhan Sang Pemrelina. Apabila Hindu
Bali menempuh dharma ini tidak perlu dipermasalahkan.
Juga tidak mempersoalkan cara penyembahan secara bertahap sesuai dengan
tingkat spiritual masing masing umat Hindu, seperti : Awalnya memuja
Arca Dewa untuk membantu konsentrasi kepada Tuhan, kemudian memuja Dewa
sebagai simbolisasi Tuhan dan akhirnya memuja langsung Sang Hyang Widhi.
Menyalin pandangan Swami Vivekananda dalam buku “Hindu agama universal” tentang hal ini :
Gambar, symbol & gantungan untuk menyandarkan gagasan spiritual,
tidak harus diberikan kepada semua orang, tetapi kepada mereka yang
memerlukannya. Namun mereka yang tidak memerlukannya, tidak punya hak
untuk mengatakan bahwa hal itu salah.
Hindu Jawa termasuk yang tidak memerlukan patung & dewa,
untuk menghindari provokasi dari agama lain yang telah “menguasai”
masyarakat Jawa. Oleh karena itu memilih seperti yang dikatakan Swami
Vivekananda : Agama sebagai ilmu harus didekati dengan pemikiran rasional (akal sehat) dan pengolahan jiwa.
Dalam
kaitan ini, Ngakan Made Madrasuta didalam buku “Petunjuk untuk yang
ragu”, mengatakan bahwa Hindu telah menyediakan jalan hidup melalui
prinsip samaya dharma yaitu nilai nilai etika yang perlu
ditempuh seseorang untuk menyesuaikan hidupnya agar selaras dengan
masyarakat sekitarnya, seperti :
a. Ahimsa (non kekerasan).
b. Satya (berkata benar & memenuhi perkataannya).
c. Asteya (tidak mencuri & korupsi).
d. Daya (kasih sayang sesama hidup).
e. Titiksa (sabar).
f. Vinaya (rendah hati).
g. Indriyanigraha (pengendalian indriya).
h. Santi (menjaga pikiran damai).
i. Bhakti (pemujaan kepada Tuhan).
Sembilan
butir ini yang perlu digarap melalui pengolahan hati dan pikiran untuk
mencapai tujuan utama yaitu Moksha (manunggaling Kawula Gusti =
bersatunya Atman dengan Brahman). Dengan demikian Hindu Jawa memilih
Jnana Yoga yaitu mewujudkan Tuhan didalam kesadaran batinnya dan
meningkatkan kemampuan untuk membedakan yang nyata dengan yang maya,
yang abadi dengan yang berubah ubah, yang benar dengan yang salah
(sudah berwatak wiweka)
Perjalanan
hidup untuk menuju Moksha, digambarkan didalam Bhagavad Gita (6.34)
sebagai perjalanan kereta berkuda dimana Sang Atman ibarat penumpang,
badan ibarat kereta, kecerdasan sebagai kusir, pikiran sebagai tali
kendali dan pancaindera sebagai kelima kuda. Spiritualis Jawa pak
Merto, dalam bukunya “Bisikaning Suksma”, memerinci kereta berkuda
sedikit berbeda yaitu pikiran sebagai kusir & 4 nafsu (Satwam,
Rajas, Asmara & Tamas) sebagai 4 kuda. Jadi jelas sekali, apakah
perjalanan mencapai tujuan atau tidak tergantung dari pada kemampuan
kusir. Apabila kusir patuh dan selalu mendengarkan petunjuk dari Sang
Atman (mendengarkan suara hati nurani) maka dengan mengendalikan nafsu
akan sampai pada tujuan yaitu Moksha. Tetapi apabila kusir tidak patuh
pada penumpang artinya tidak mendengarkan suara hati nurani, tetapi
menuruti saja apa kemauan kuda kuda (nafsu nafsu) yang cenderung liar
tak terkendali (menuju kepada pemuasan nafsu), maka tidak akan sampai
pada tujuan utama melainkan sampai pada segala macam kerusakan.
Maka
dari itu pentingnya kecerdasan & menghindari kebodohan (sebagaimana
berkali kali diingatkan diatas), karena kebodohan (yang selalu kalah
oleh pancaindera & nafsu nafsu) tidak akan mencapai Moksha.
D. RANGKUMAN.
1. Kembali menjadi Hindu adalah mutlak perlu bagi bangsa Indonesia
apabila ingin menjadi Negara Adidaya kedepan, karena hanya Hindu satu
satunya agama yang dapat memelihara & mengembangkan Jatidiri bangsa
sebagai modal dasar untuk menjadi Negara maju.
2. Disisi lain potret bangsa Indonesia dimasa kini sudah kehilangan
Jatidirinya yang dibidang agama ditandai dengan mayoritas Islam yang
faktanya mengetrapkan budaya Arab yang menggusur budaya bangsa yang
adiluhung.
3. Oleh
karena itu langkah awal yang perlu ditempuh adalah menjadikan Jawa
kembali Hindu dengan penyebaran ajaran yang bebas dari provokasi bahwa
Hindu menyembah para Dewa.
4.
Dengan tetap berpegang pada ajaran dasar Hindu tentang Tuhan yang
meliputi semesta alam & tempat bertunggalnya kembali setiap jiwa
(Moksha) serta berlakunya hukum Karma yang berlanjut hingga
reinkarnasi, Hindu Jawa memilih ajaran yang mengutamakan pengolahan
hati dan pikiran berdasarkan keTuhanan Yang Maha Tunggal. Jadi tidak
mempersonifikasikan Tuhan dengan apapun & tidak melalui penyembahan
kepada para dewa.
5.
Inilah gagasan bagaimana menjadi Hindu (Jawa) yang sebenarnya &
masa depan Hindu sebagai pemeluk agama mayoritas didalam Negara Adidaya
Indonesia yang tidak ada lagi praktek pembodohan sistemik baik oleh
ajaran agama sendiri maupun oleh pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar